BAB
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kekurangan
cairan tubuh pada hewan dapat berakibat fatal. Itulah sebabnya, dalam beberapa
kasus dehidrasi untuk menyelamatkan hewan terkadang dibutuhkan pemberian infus.
Namun, keberhasilannya sangat tergantung kondisi pasien ketika datang ke dokter
hewan. Oleh sebab itu, kunci pertama penanganan dehidrasi adalah kewaspadaan
pemilik hewan terhadap tanda-tanda dehidrasi pada hewan kesayangan mereka.Dehidrasi
secara harfiah didefinisikan sebagai kondisi turunnya volume cairan di dalam
tubuh.
Hewan masih dapat hidup dalam
beberapa minggu tanpa makan, tetapi akan mati hanya dalam beberapa hari atau
beberapa jam jika tidak ada air. Air berfungsi sebagai pelarut zat-zat makanan
dalam tubuh. Air dan elektrolit tidak dapat dipisahkan dari komponen diet,
karena keseimbangan air sangat diperlukan dalam metabolisme dan melarutkan
hasil metabolisme untuk dapat dimanfaatkan oleh sel tubuh. Tujuan utama dari
terapi cairan untuk mengatasi dehidrasi, memulihkan volume sirkulasi darah pada
keadaan hipovolemia atau shock, mengembalikan dan
mempertahankan
elektrolit (Na+ dan K+), dan asam basa dalam tubuh ke arah batas normal.
Total cairan tubuh hewan adalah sekitar 60%
dari seluruh volume tubuhnya, yang terdiri atas 40% cairan intrasel, dan 20%
cairan ekstrasel yang tersusun atas 15% cairan interstisiil dan 5 % cairan
plasma. Namun dalam beberapa kasus, dapat terjadi hilangnya cairan dari dalam
tubuh yang dapat mengancam keselamatan hewan apabila tidak segera dikoreksi
melalui terapi cairan.
Jumlah
cairan tubuh diperkirakan dua pertiga dari berat badan hewan dan bervariasi
pada setiap hewan tergantung atas kandungan lemak dan umur hewan. Pada neonatal
volume persentase total
kandungan
air tubuh lebih tinggi dari dewasa. Berdasarkan lokasi dalam tubuh, cairan
terbagi menjadi cairan intraselular yang terdapat di dalam sel dengan volume
2/3 dari volume total air tubuh dan cairan ekstraselular yang terdapat diluar
sel dengan volume 1/3 dari volume total air tubuh. Fraksi ekstraselular terdiri
atas cairan intravaskular (plasma) yang jumlahnya ¼ dari volume total
ekstraseluler dan cairan interstitial dengan jumlah ¾ dari volume total cairan
ekstraselular.
1.2 Tujuan
1. Pengertian tentang terapi cairan.
2. Larutan untuk terapi
3. Rute terpi cairan
4.Kasus – kasus yang terjadi dengan
terapi ciran
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Terapi Cairan
Terapi cairan merupakan
tindakanpengobatan esensial untuk pasien dalam kondisi kritis atau memerlukan
perawatan intensif. Terapi cairan harus menjadipilihan dan mendapat perhatian
yangserius terutama pada pasien anjing dan kucing yang telah lama tidak mau
makan dan minum. Volume cairan yang bersirkulasi secara efektif dalam tubuh
adalah cairan yangterdapat dalam intravaskular (buluhdarah). Volume cairan yang
bersirkulasi
dipengaruhi
konsentrasi elektrolit,protein plasma, dan partikel lain yang berperan aktif
dalam proses osmosis.
2.2 Larutan untuk Terapi
Ada dua tipe utama cairan yang dapat digunakan dalam terapi, yaitu
kristaloid dan koloid. Cairan kristaloid adalah larutan berbahan dasar air
dengan molekul kecil sehingga membran kapiler permeabel terhadap cairan
tersebut. Cairan kristaloid dapat mengganti dan mempertahankan volume cairan ekstraselular.
Oleh karena 75-80% cairan kristaloid yang diberikan secara IV menuju ruang
ekstravaskular dalam satu jam pada hewan normal, maka cairan kristaloid sangat
diperlukan untuk rehidrasi interstisial.Konsentrasi natrium dan glukosa pada
kristaloid menentukan osmolalitas dan tonisitas larutan. Pada kebanyakan
situasi kritis, cairan kristaloid isotonis pengganti elektrolit yang seimbang,
seperti cairan Ringer laktat, digunakan untuk mengganti elektrolit dan bufer
pada konsentrasi khas cairan ekstraselular. Garam normal (cairan natrium
klorida 0,9%) juga merupakan cairan pengganti
yang isotonis tetapi
tidak seimbang dalam hal elektrolit dan bufer.
Cairan kristaloid dalam volume besar yang diberikan dengan cepat
secara IV menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik intravaskular dan
penurunan COP dengan cepat. Hal tersebut mengakibatkan ekstravasasi ke
interstisial.
Cairan
koloid adalah larutan kristaloid yang mengandung molekul besar sehingga membran
kapiler tidak permeabel terhadap cairan tersebut. Larutan koloid merupakan
pengganti cairan intravaskular. Darah total, plasma, dan albumin pekat
mengandung koloid alami dalam bentuk protein, terutama albumin. Dextran dan hydroxyethyl
starches (HES) adalah koloid sintetis yang dalam penggunaannya dapat
digabung dengan darah total atau plasma, tetapi tidak dianggap sebagai
pengganti produk darah ketika albumin, sel darah merah, antitrombin, atau
protein koagulasi dibutuhkan. Pemulihan dehidrasi dengan menggunakan kombinasi
koloid dan kristaloid membutuhkan volume yang lebih sedikit, dan waktu
pemulihan dicapai lebih cepat. Apabila ditambah koloid, jumlah infus kristaloid
dapat berkurang 40-60% dibandingkan menggunakan kristaloid saja. Kombinasi
kristaloid, koloid sintetis, dan koloid alami sering diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan pasien.
Gambar 1 :
Potongan melintang kapiler. Molekul koloid terlalu besar untuk
melewati membran sehingga tetap di dalam kapiler (Ettinger dan Feldman, 2005)
Pilihan cairan didasarkan pada abnormalitas yang membutuhkah perbaikan.
Secara umum, cairan poliionik dan isotonik, misalnya Ringer laktat merupakan
cairan yang paling serba guna karena komposisinya mirip dengan cairan
ekstraselular. Cairan Ringer laktat adalah cairan alkalizer karena
mengandung laktat yang merupakan prekursor bikarbonat. Cairan Ringer
meningkatkan jumlah klorida sehingga merupakan cairan acidifier. Cairan
Ringer laktat dan Ringer mengandung hanya sedikit kalium. Dibutuhkan penambahan
kalium klorida pada cairan tersebut apabila digunakan pada pasien yang banyak
kehilangan kalium dari tubuhnya (hipokalemia).
Larutan natrium klorida isotonik (0,9%) atau garam, sering disebut
(salah kaprah) cairan fisiologis atau garam normal. Garam isotonik mengandung
154 mEq natrium dan 154 mEq klorida. Konsentrasi natriumnya mendekati cairan
ekstraselular, tetapi konsentrasi kloridanya lebih tinggi. Peningkatan
kandungan klorida dapat menyebabkan asidosis metabolik hiperkloremia. Garam
isotonis tidak mengandung elektrolit yang lain. Karena alasan tersebut,
penggunaan garam 0,9% harus dibatasi pada pasien yang mengalami kehilangan
banyak natrium, misalnya insufisiensi adrenokortikal, yang juga dikenal sebagai
penyakit Addison. Garam 0,45% kadang-kadang digunakan untuk pasien yang
mengalami dehidrasi hipernatremia.
Cairan kalium klorida tersedia untuk ditambahkan pada cairan
Ringer laktat dan Ringer. Untuk asidosis metabolik yang parah, natrium
bikarbonat hipertonik dapat ditambahkan ke dalam dekstrosa 5% atau garam 0,45%.
Natrium bikarbonat seharusnya tidak ditambahkan ke dalam cairan yang mengandung
kalsium, misalnya Ringer laktat, sebab akan menyebabkan presipitasi kalsium.
Penambahan garam 0,9% dengan natrium bikarbonat juga tidak disarankan, karena
cairan yang dihasilkan akan mengandung natrium dengan konsentrasi yang sangat
tinggi.
Larutan glukosa 5% terutama digunakan untuk mensuplai air untuk
mengurangi dehidrasi yang diakibatkan oleh kehilangan air yang mendekati murni
(dehidrasi hipernatremia), misalnya terjadi pada panting yang kuat
akibat hipertermia. Air murni tidak dapat diberikan secara parenteral karena
bersifat sangat hipotonik dan akan menyebabkan eritrosit mengembang dan
hemolisis. Oleh karena dekstrosa 5% tidak mengandung elektrolit, maka tidak
disarankan penggunaannya pada pasien yang mengalami gangguan yang ditandai
kehilangan banyak elektrolit.
Larutan
untuk terapi cairan dan elektrolit pada anjing dan kucing
(Lorenz, et al., 1997)
Cairan glukosa pada konsentrasi 10%, 20%, dan bahkan 50% dapat
diberikan secara IV jika diberikan secara pelan-pelan agar bercampur dan larut,
terutama digunakan untuk mensuplai kalori dan untuk menimbulkan dieresis
osmotik pada hewan yang mengalami insufisiensi ginjal. Cairan glukosa hanya
diberikan secara IV.
2.3
Rute Terapi Cairan
Rute terapi cairan yang paling bermanfaat adalah melalui oral
(PO), intravena (IV), dan subkutan (SC). Rute intraoseus kadang-kadang
digunakan untuk terapi cairan atau darah pada anak anjing dan anak kucing atau
pasien dewasa yang tidak dapat dilakukan melalui vena. Pada pasien yang masih
mau minum dan tidak disertai muntah, rute oral merupakan pilihan yang baik
untuk menangani dehidrasi ringan. Dalam jumlah yang terbatas, cairan yang
berbeda dengan cairan ekstraselular dapat diberikan secara oral.
Pada pemberian cairan secara IV, volume cairan ektraselular akan
pulih dengan cepat dan distribusi cairan ke seluruh tubuh juga cepat. Rute IV
dipilih pada dehidrasi sedang sampai parah atau apabila cairan hilang dari
tubuh pasien dengan cepat. Kelemahan rute IV adalah: efek sampingnya lebih besar
(flebitis, bekterimia/septisemia, overhidrasi), membutuhkan waktu dan bantuan
untuk merestrin pasien selama terapi cairan dilakukan. Rute SC sangat praktis
pada anjing dan kucing, terutama untuk terapi pemeliharaan cairan dalam waktu
singkat. Cairan dapat diberikan dengan cepat, tetapi absorpsi dan distribusi
cairan di dalam tubuh jauh lebih lambat dibandingkan dengan pemberian cairan
dengan IV. Absorpsi cairan nyata lebih lama pada hewan yang mengalami
hipotensi, sehingga disarankan pada tahap awal terapi cairan dilakukan secara
IV untuk rehidrasi pasien dan memperbaiki sirkulasi pada jaringan subkutan.
Hanya cairan isotonik dan yang tidak mengiritasi yang diberikan secara SC.
Cairan dekstrosa 5% walaupun isotonis tidak disarankan secara SC untuk hewan yang
mengalami dehidrasi parah, karena elektrolit pada cairan ekstraselular akan
berdifusi ke daerah subkutan yang bebas elektrolit, bergabung dengan cairan
dekstrosa 5% diikuti oleh air ekstraselular. Volume cairan ekstraselular secara
temporer akan menurun sampai terjadi keseimbangan antara cairan dekstrosa 5%
dan cairan ekstraselular.
Dengan kombinasi IV dan SC (kehilangan cairan pada awalnya diganti
dengan cara IV diikuti dengan cara SC untuk mempertahankan kebutuhan cairan),
volume ekstraselular dapat dikembalikan dengan cepat, aliran darah ginjal akan
membaik, dan menghindari penanganan dengan penetesan cairan secara IV yang lama
pada pasien dehidrasi.
2.4 Kasus – Kasus Dengan Terapi Cairan
2. 4.1 Syok (Shock)
Syok adalah suatu keadaan dimana pasokan
darah tidak mencukupi untuk kebutuhan
organ-organ di dalam tubuh. Shock juga didefinisikan sebagai gangguan sirkulasi
yang mengakibatkan penurunan kritis perfusi jaringan vital atau menurunnya
volume darah yang bersirkulasi secara efektif. Pada hewan yang mengalami syok
terjadi penurunan perfusi jaringan, terhambatnya pengiriman oksigen, dan
kekacauan metabolisme sel sehingga produksi energi oleh sel tidak memadai.
Apabila sel tidak dapat menghasilkan energi secara adekuat, maka sel tidak akan
berfungsi dengan baik sehingga pada gilirannya akan menimbulkan disfungsi dan
kegagalan berbagai organ, akhirnya dapat menimbulkan kematian.
A. Tanda Klinik
Tanda klinik syok bervariasi tergantung pada penyebabnya.
Secara umum, tanda kliniknya dapat berupa apatis, lemah, membrana mukosa pucat,
kualitas pulsus jelek, respirasi cepat, temperatur tubuh rendah, tekanan darah
rendah, capillary refill timelambat, takikardia atau bradikardia (kucing),
oliguria, dan hemokonsentrasi (kecuali pada hemoragi)
B. Syok dan Terapi Cairan
adalah 90 ml/kg IV untuk anjing dan 60 ml/kg IV untuk
kucing. Seperempat dari jumlah tersebut diberikan selama 5-15 menit pertama dan
bersamaan dengan itu dilakukan evaluasi terhadap respon kardiovaskular
(kecepatan denyut jantung, warna membrana mukosa, kualitas pulsus, dan CRT).
Koloid atau plasma pada dosis 22 ml/kg pada anjing dan 10-15 ml/kg pada kucing
digunakan untuk resusitasi syok. Kecepatan dan volume terapi cairan harus dapat
ditoleransi oleh individu pasien.
Kecepatan
dan jumlah pemberian cairan dimonitor pada tekanan vena sentral dan pengeluaran
urin. Apabila perfusi jaringan berkurang karena kehilangan banyak darah, secara
ideal harus dilakukan transfuse darah dengan kecepatan tidak melebihi 22 ml/kg
secara IV dan kontrol perdarahan harus dilakukan dengan baik. Bila PCV menurun
secara akut menjadi di bawah 20%, transfusi padatan sel darah merah (packed red
blood cells) atau darah total secara nyata memperbaiki tekanan darah dan
penghantaran oksigen ke jaringan.
2.4.2 FUS (Feline Urologic
Syndrome)
Feline
Urologic Syndrome (FUS) atau Feline Lower Urinary Tract Disease, or FLUTD
adalah suatu kondisi dimana terdapatnya bentukan crystal yang menyumbat saluran
urinasi bagian bawah seperti vesica urinaria, bladder sphincter, dan uretra, sehingga kucing mengalami kesulitan
urinasi. Kondisi ini sering terjadi pada kucing muda, bisa jantan ataupun
betina, namun lebih sering terjadi pada kucing jantan.
A.
PATOGENESIS
Sel
hidup (Living cells) memproduksi produk yang harus dibuang seperti nitrogen dan
kreatinin, yang dibuang ke aliran darah
lalu dibawa ke ginjal kemudian difiltrasi seperti halnya garam dan mineral.
Materi yang telah difilter kemudian dibawa ke vesica urinaria.
Pakan kering,
dengan air minum yang kurang, dapat menyebabkan pH urine lebih tinggi atau
lebih rendah daripada biasanya. Pada kondisi tersebut, kristal dapat terbentuk,
yang kemudian dapat menyumbat urethra, dan menghambat urinasi. Karena ginjal memompa zat tersebut ke vesica
urinaria, maka vesica urinaria akan terisi. Normalnya, kucing urinasi beberapa
hari sekali. Vesica urinaria yang bersifat elastic dapat menampung urine dengan
volume yang lebih. Setelah 24-36 jam, vesica urinaria akan terisi dengan
sempurna. Pada saat itulah, toksin mulai menggangu filtrasi ginjal. Pada saat
ginjal berhenti memfilter darah, toksin akan
memenuhi aliran darah.
B.
GEJALA KLINIS
a.
Depresi
b.
lemah
c.
Muntah
d.
Nafsu makan menurun
e.
Biasanya disertai cystitis,
infeksi saluran urinaria bagian bawah, adanya sumbatan (debris dan Kristal
membentuk sumbatan di urethra), uremia (akumulasi produk toksik seperti
nitrogen dan kreatinin dalam aliran darah)
f.
Hematuria (adanya darah dalam
urine)
g.
Polliuria (peningkatan
frekuensi urinasi)
h.
Dysuria
i.
Urinasi tidak pada tempatnya
(tidak di litter box)
j.
Sering menjilati daerah
genital.
k.
Mengeong ketika urinasi, karena
terasa sakit.
C.
TERAPI DAN PENCEGAHAN
Fluid
theraphy (subkutan atau intraena) dapat membantu jika terjadi dehidrasi. Selain
itu fuid therapy juga dapat menyebabkan produksi urine lebih cair, membantu
eliminasi dari debris radang dan kristal. Cairan infus yang perlu diberikan
ialah larutan Ringer Laktat 5% dengan dosis 20 – 40 cc/kgBB/hari. Bilamana
anjing banyak muntah (karena sudah terjadi uremia/gagal ginjal), maka cairan
yang diberikan ialah Ringer Dextrose 5% .
2.3.3 Gastritis Akut
Gastritis akut adalah inflamasi pada gaster atau lambung
yang ditandai dengan vomit kurang dari 7 hari, dan tidak menunjukkan
gejala-gejala yang lain. Penyakit ini dapat terjadi pada semua anjing dari
segala umur. Hewan muda biasanya mengalami masalah karena mengingesti benda
asing.
A.
Patogenesis
Gastrik Diet (makan basi, perubahan pakan mendadak, toksin
bakterial, alergi, diet lemak tingi pada hewan muda), ingesti benda asing,
tanaman, obat (NSAID) aspirin, phenylbutazone, ibuprofen, glukokortikoid, agen
infeksius (viral, bakterial), parasit.
Non
gastrik Gagal
ginjal, penyakit hepar, sepsis, shock, stress, hipoadrenokortisism, penyakit
neurologis. Patofisiologi Mukosa lambung mengalami perusakan yang selanjutnya memicu
infiltrasi sel-sel radang ke lamina propria dan berpotensi menyebabkan erosi
superfisial lambung.
B.
Gejala Klinis
Vomit adalah gejala yang utama, biasanya segera pulih dalam
24-48 jam setelah penyebab dihilangkan. Hewan mungkin anoreksia, depresi,
kadang disertai rasa
sakit
di abdomen. Retching atau vomit mungkin terjadi saat dipalpasi abdomen. Derajat
dehidrasi bervariasi. Umumnya pemeriksaan fisik tidak menunjukkan banyak perubahan.
Gejala sistemik akan ditemukan bila gastritis merupakan gejala sekunder akibat
penyakit lain .
C.
Diagnosis
Bila
penderita mengalami vomit akut dan tidak menun jukkan gejala, hanya membutuhkan
terapi simptomatis tanpa perlu uji-uji diagnostik. Namun bila ditemukan indikasi gejala serius, tidak sembuh
dalam 2-3 hari, atau semakin parah, diperlukan uji-uji diagnostik. Pada umumnya
tidak terjadi perubahan pada pemeriksaan laboratorium. PCV dan totoal protein
akan meningkat bila terjadi dehidrasi. Hipokalemia terjadi akibat anoreksia
yang lama atau vomit profus
D.
Terapi
NPO
(nothing per os) jika vomitnya frekuen. Mulai berikan sedikit air minum 12-24
jam setelah vomit berhenti. Jika vomit tidak frekuen dapat diberikan sedikit
air minum.
Lakukan terapi cairan bila diperlukan. Larutan
lactated Ringer’s atau normal saline umumnya dapat digunakan sebagai terapi
cairan. Pemberian dapat dilakukan secara subkutan. Berikan kalium klorida bila terjadi
anoreksia, vomit profus atau hipokalemia.
2.3.4 HEPATITIS MENULAR PADA ANJING (Infectious
Canine Hepatitis)
Hepatitis
menular pada anjing telah tersebar luas di dunia, dengan gejala beragam dari
yang ringan berupa demam dan pembendungan membrane mukosa sampai bentuk parah,
depresi, leucopenia yang jelas dan bertambah lamanya waktu beku darah.
A. Etiologi
Infectious Canine Hepatitis disebabkan
oleh virus Canine Adeno Virus-1 (CAV-1). Virus ini termasuk virus DNA, tidak
beramplop dan secara antigenic berkerabat dengan CAV-2 penyebab
tracheobronchitis menular pada anjing.
B. Gejala
Klinis
Hepatitis menular gejalanya beragam dari
demam ringan sampai mematikan. Masa inkubasi 4-9 hari. Gejala berupa demam
diatas 40 °C dan berlangsung 1-6 hari, biasanya bersifat bifasik, terjadi
takikardia dan leukopenia. Gejala lainnya berupa apatis, anoreksia, kehausan,
konjungtivitis, leleran serous dari hidung dan mata, kadang-kadang disertai
nyeri lambung, muntah juga dapat terjadi serta ditemukan oedema subkutan daerah
kepala, leher dan dada.
Koagulasi
intravaskuler (dissiminated) umum terjadi dan merupakan suatu yang penting
dalam patogenesa penyakit. Gejala respirasi biasanya tidak tampak pada anjing
yang menderita ICH.
Pada anjing
yang pulih, biasanya makan dengan baik namun pertumbuhan badan berjalan lambat.
Tujuh sampai sepuluh hari setelah gejala akut mulai hilang, sekitar 25 % anjing
yang pulih akan mengalami kekeruhan (opasitas) kornea dan bisa hilang secara
spontan.
C. Diagnosa
Diagnosa ditetapkan berdasarkan kejadian
perdarahan mendadak dan bertambah lamanya waktu beku darah. Diagnosa dipastikan
dengan isolasi virus, immonoflourescens atau ditemukan badan-badan inklusi yang
khas di dalam sel-sel hati.
D. Pencegahan
dan Pengobatan
Transfusi darah mungkin diperlukan pada
anjing yang menderita parah, disamping tambahan dekstrosa 5 % dalam larutan
garam isotonik hendaknya diberikan secara intravena. Pada anjiing yang darahnya
mengalami pembekuan akan lambat, pemberian cairan subkutan sangat berbahaya.
2.2.5 Distemper
Distemper
adalah penyakit anjing yang sangat menular yang disebabkan oleh virus yang
mirip dengan salah satu yang menyebabkan campak pada orang. Anjing yang terinfeksi melepaskan virus distemper dalam semua cairan tubuh. Menghirup virus adalah sumber utama dari eksposur. Insiden tertinggi penyakit ini terjadi
pada anakan usia 6 sampai 12 minggu
usia, di mana antibodi jatuh. Setengah anjing-anjing yang terinfeksi
virus distemper menunjukkan tanda-tanda ringan penyakit atau tidak ada
tanda-tanda sama sekali. Penyakit ini paling parah pada anjing yang kurang gizi
dan tak terawat.Virus distemper cenderung untuk menyerang sel-sel otak dan
sel-sel yang melapisi permukaan tubuh, termasuk kulit, konjungtiva, selaput
lendir saluran pernapasan dan saluran pencernaan. Penyakit ini terjadi dalam
berbagai bentuk. Infeksi sekunder dan komplikasi yang umum, sebagian disebabkan
karena efek imunosupresif dari virus.
Tanda-tanda pertama dari distemper muncul enam sampai sembilan hari setelah paparan, dan dalam kasus-kasus ringan tidak diketahui.
Tanda-tanda pertama dari distemper muncul enam sampai sembilan hari setelah paparan, dan dalam kasus-kasus ringan tidak diketahui.
- Tahap pertama demam hingga 39,4
° sampai 40,5 ° C ,
- lonjakan demam kedua disertai
dengan hilangnya nafsu makan, lesu, dan keluarnya cairan encer dari mata
dan hidung.
Gejala-gejala
ini kadang kadang disalah sangka dengan flu
anjing.Dalam beberapa hari, mata dan nasal cairan menjadi tebal, kuning, dan
lengket. Anjing mulai mengalami batuk kering. Lepuh Nanah bisa muncul di perut.
Muntah dan diare sering terjadi dan dapat menyebabkan dehidrasi parah.
Selama 1- 2 minggu ke depan, anjing tampaknya akan membaik tapi kemudian kambuh lagi.
Hal ini sering bertepatan dengan akhir kursus antibiotik dan pengembangan komplikasi gastrointestinal dan pernapasan akibat invasi bakteri sekunder.Tahap kedua terjadi dua sampai tiga minggu setelah onset penyakit. Banyak anjing mengembangkan tanda-tanda keterlibatan otak (ensefalitis), ditandai dengan serangan singkat slobbering, kepala gemetar, dan gerakan mengunyah rahang (seolah-olah anjing itu permen karet).
Selama 1- 2 minggu ke depan, anjing tampaknya akan membaik tapi kemudian kambuh lagi.
Hal ini sering bertepatan dengan akhir kursus antibiotik dan pengembangan komplikasi gastrointestinal dan pernapasan akibat invasi bakteri sekunder.Tahap kedua terjadi dua sampai tiga minggu setelah onset penyakit. Banyak anjing mengembangkan tanda-tanda keterlibatan otak (ensefalitis), ditandai dengan serangan singkat slobbering, kepala gemetar, dan gerakan mengunyah rahang (seolah-olah anjing itu permen karet).
- Pengobatan:
Distemper sabikanya dirawat oleh dokter hewan. Antibiotik harus digunakan untuk mencegah infeksi bakteri sekunder meskipun mereka tidak berpengaruh pada virus distemper. Pengobatan suportif termasuk cairan intravena Ringer's lactat untuk mengoreksi dehidrasi,.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Terapi
cairan merupakan salahsatu cara pengobatan utama pada pasien yang kritis dan memerlukan
perawatan intensif. Jenis cairan yang akan diberikan harus dipilih secara
hati-hati dengan mempertimbangkan kandungan asam basa, elektrolit, dan tingkat
dehidrasi pasien. Total cairan tubuh hewan adalah sekitar 60% dari seluruh
volume tubuhnya, yang terdiri atas 40% cairan intrasel, dan 20% cairan
ekstrasel yang tersusun atas 15% cairan interstisiil dan 5 % cairan plasma.
Namun dalam beberapa kasus, dapat terjadi hilangnya cairan dari dalam tubuh
yang dapat mengancam keselamatan hewan apabila tidak segera dikoreksi melalui
terapi cairan.
Daftar pustaka
Lorenz, M. D., L. M. Cornelius, dan D. C.
Ferguson. 1997. Small Animal Medical Therapeutics.
Philadelphia: Lippincott Raven
Publisher.
Ettinger, S. J. dan E.
C. Feldman. 2005. Textbook of Veterinary Internal Medicine Vol. 1. 6th Ed. St.
Louis, Missouri: Elsevier Inc.
Fox, P. R. 2007. Critical care
cardiology. In Proceedings of the World Small Animal Veterinary
Association. Sydney, Australia
Fuentes, V. L. 2007. Cardiovascular
emergencies. In Proceedings of the SCIVAC Congress. Rimini, Italy.
Junaidi Anhar (2011), Jangan
Remehkan Dehidrasi Pada Hewan Kesayangan.
TUGAS ILMU BEDAH KHUSUS
“TERAPI CAIRAN”
Disusun oleh :
Vincentius Agung 105130101111074
Rizy Ahmada 105130101111075
Rizky
Pamwidya A. 105130101111078
Santi Wulan D. 105130101111079
Ninoek Candra DRS. 105130101111080
PKH UB Kelas C
PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
Pemberian infus dengan sc pada kucing yg terkena panleukopenia atau calici virus berapa banyak ya dok? Trus kalau selama pemberian infus rl kucing muntah kuning tindakan apa yg saya lakukan? Terimakasih
ReplyDelete