Dokter-hewan.net - Saya mendapatkan tautan dari seorang pengikut di tiktok yang saya kelola (@dokterhewan86). Video yang ditautkan itu menggambarkan seekor anjing Pomeranian sedang melakukan gerakan dragging butt, yaitu gerakan menggosokkan anusnya ke lantai. Sayapun langsung membalas video itu dengan menjawab “4 alasan anjing melakukan dragging butt” di tiktok tersebut. Jika kamu belum melihatnya, kamu bisa check video di bawah ini :
@dokterhewan86 #stitch with @Triplit Kenapa anjing menyeret pantatnya? #stitch #fyp #xyzbca #fypã‚· #anjing #dokter #hewan #dokterhewan #dokterhewan86 ♬ original sound - Dokter Hewan 86
Alasan utama anjing dan kucing melakukan dragging butt yaitu infestasi cacing Dipylidium caninum. Cacing ini termasuk kategori cacing cestoda yang umum menyerang anjing dan kucing serta terkadang manusia. Cacing ini juga seringkali dikenal dengan nama cacing pinjal, cacing timun (1) dan sering juga dikira butiran nasi karena bentuknya sangat mirip dengan butiran nasi yang bergerak.
Penularan Dipylidium caninum ke manusia kembali menjadi sorotan. Sebuah studi menunjukkan bahwa penularan cacing ini ke manusia cukup bervariasi. Pemilik hewan yang tinggal di area urban umumnya di angka 0,7 – 5.7% sedangkan area non urban lebih tinggi yaitu 1.3 – 13.1%. Hal ini seringkali dikaitkan dengan perbedaan kondisi lingkungan dan pemberian obat anti parasit pada hewan (2). Parahnya, dari kasus-kasus yang dilaporkan, 35% kasus zoonosis cacing ini umumnya menyerang anak-anak berusia dibawah 2 tahun (2).
Sebuah laporan kasus menyatakan seorang anak perempuan dari Texas berusia 2 tahun dilaporkan adanya cacing berwarna putih yang bergerak di fesesnya setiap hari selama enam bulan. Selain itu, dia juga mengalami kegatalan di area anusnya, selain itu tubuhnya normal. Bayi tersebut tidak memiliki gejala demam, diare, muntah dan berat badanpun naik normal. Orang tua anak tersebut kemudian membawa bayi itu ke dokter kemudian mereka melakukan pemeriksaan microscopic namun hasilnya negative. Namun dokter tersebut tetap meresepkan obat cacing albendazole. Sayangnya, orang tua bayi tersebut tetap melihat adanya cacing, dan pasienpun menunjukkan peningkatan kegatalan dan makin rewel saat malam hari. Keluarga ini tinggal di area rural. Mereka tidak pernah travelling keluar kota, tidak ada orang dalam keluarga memiliki gejala yang sama, dan mereka juga tidak pernah memakan makanan yang tidak matang. Namun, mereka memiliki tiga ekor anjing yang dilepas outdoor dan seekor kucing yang berada di dalam rumah. Hewan-hewan itu tidak memiliki gejala infestasi pinjal hdan tidak pernah melakukan treatment pencegahan pinjal pada hewannya (3).
Penularan Dipylidium caninum kepada manusia cukup unik. Gravid proglottids yang menyerupai nasi ini akan keluar bersama feses. Di lingkungan, proglottids ini akan hancur dan melepaskan paket-paket telur ke lingkungan. Nah, inang parantara yaitu kutu loncat atau pinjal Ctenocephalides akan memakan telur-telur ini dan berubah menjadi cysticercoid. Ketika pinjal yang mengandung cysticercoid ini secara tidak sengaja termakan oleh mamalia, baik anjing, kucing maupun manusia. Cysticercoid akan berubah menjadi cacing dewasa dalam waktu satu bulan di dalam usus mamalia. Cacing akan menggunakan mulut penghisapnya untuk menempel di usus dan kemudian melepaskan Gravid proglottids untuk bereproduksi selanujutnya (1).
Siklus hidup Dipylidium caninum (1)
Berdasarkan siklus hidup di atas, penularan cacing ini umumnya disebabkan karena tidak sengaja memakan Gravid proglottids dari cacing ini, selain itu juga disebabkan karena tidak sengaja menelan pinjal Ctenocepalides. Hal inilah yang diyakini yang menyebabkan anak-anak berusia dibawah 2 tahun paling tinggi kemungkinan tertular dari cacing ini (4).
Jika kamu masih belum tahu tentang pinjal Ctenocepalides sp. Silakan lihat video di bawah ini :
Obat cacing yang mengandung praziquantel merupakan obat yang disarankan bagi hewan dan manusia. Umumnya pemberian dosis tunggal akan mampu membasmi cacing ini, namun terkadang infeksi berulang seringkali terjadi. Hal yang harus dilakukan yaitu mengontrol lingkungan kondusif yaitu dengan cara memakan obat cacing secara regular, baik untuk manusia atau hewan di lingkungan rumah. Selain itu, pastikan hewan bebas dari segala jenis kutu, khususnya kutu loncat atau pinjal karena menjadi inang perantara untuk penularan cacing ini.
Kesimpulannya, resiko penularan Dipylidium caninum akan meningkat ketika adanya infestasi pinjal pada hewan anjing dan kucing. Pemberian obat-obatan pencegahan sangat disarankan pada kasus ini. Obat cacing harus dimakan setiap enam bulan sekali pada manusia dan setiap tiga bulan sekali pada hewan. Anjing dan kucing juga harus selalu dilakukan pengecekan terhadap pinjal dan kutu lainnya. Pemberian obat tetes anti kutu juga disarankan sebulan sekali agar hewan selalu terlindungi dari pinjal. Serta, pemilik khususnya orang tua yang memiliki anak dibawah 2 tahun harus senantiasa menjaga pola hidup bersih dan sehat agar anak-anaknya selalu terhindar dari infeksi cacing ini.
Jika kamu ingin melihat penjelasan saya di youtube, berikut adalah videonya :
Berikut adalah obat-obatan yang saya rekomendasikan untuk mencegah tertular dari cacing Dipylidium caninum :
1. Obat cacing untuk anak-anak
![]() |
COMBANTRIN JERUK SIRUP 10 ML/Obat Cacing |
2. Obat cacing untuk dewasa
![]() |
COMBANTRIN TAB. 250 MG |
3. Obat cacing untuk anjing
![]() |
Anthel Dog 1 Tablet - Obat Cacing Anjing by Kalbe |
4. Obat cacing untuk kucing
![]() |
Anthel Cat 1 Tablet - Obat Cacing Kucing by Kalbe |
5. Obat tetes anjing
![]() |
Advantix For Large Dog 10Kg - 25Kg - Obat Kutu Anjing - 1TUBE |
6. Obat tetes kucing
Obat Kutu Parasit Kucing ADVOCATE Spot on solution for cat up to 4kg |
Referensi :
- CDC. Dipylidium caninum https://www.cdc.gov/2019 [updated July 10. Available from: https://www.cdc.gov/dpdx/dipylidium/index.html.
- Jeanette O’Quin D, MPH, DABVP, DACVPM. Dipylidium caninum: A Potential Zoonosis Easily Missed on Routine Fecal Diagnostics www.cliniciansbrief.com2023 [updated March 2023. Available from: https://www.cliniciansbrief.com/article/dipylidium-caninum-potential-zoonosis-easily-missed-routine-fecal-diagnostics.
- Chong HF, Al Hammoud R, Chang ML. Presumptive Dipylidium caninum Infection in a Toddler. Case Rep Pediatr. 2020;2020:4716124.
- Rousseau J, Castro A, Novo T, Maia C. Dipylidium caninum in the twenty-first century: epidemiological studies and reported cases in companion animals and humans. Parasit Vectors. 2022;15(1):131.
Comments
Post a Comment